[EXO Fanfiction] BATHROOM -Chapter 6 : I Remember You

[EXO Fanfiction] BATHROOM -Chapter 6 : I Remember You

BATHROOM

wp-1477114130536.jpg

←Previous Chapter : Become One

― Chapter 6 : I Remember You ―

Author : Ayu Nur’asyifa Shafira (@ayushafiraa_)

Cast : Bae Joohyun as Irene, Byun Baekhyun, Oh Sehun, Aleyna Yilmaz as Byun Yena.

Genre : AU, Gore, Kidnapping, Romance, Sad, Sadism.

Rated : R / PG-17

Length : Chaptered/Series

Disclaimer : Casts belongs to God and their real life. Inspired by ‘ROOM’ Movie. Sebenernya belum nonton filmnya sih-_- Cuma ya udah tau garis besar ceritanya aja, jadi terinspirasi 😀 Selebihnya hanya bagian dari imajinasi/khayalan saya sendiri. Sifat/sikap/kehidupan karakter di dalam cerita ini diubah untuk kepentingan dramatis cerita sehingga mungkin tidak sama dengan sifat/sikap/kehidupan karakter dalam dunia nyata.

© AYUSHAFIRAA, 2016. All Rights Reserved. Unauthorized Duplication & Plagiarism is Prohibited.

 

I love you more than anything you knows…

.

.

.

Kehadiran seorang malaikat kecil di tengah-tengah kisah dua insan itu nyatanya masih belum sanggup untuk menyatukan cinta mereka. Baekhyun yang setia mencintai Irene, dan Irene yang setia mencintai lelaki lain. Byun Yena, bayi kecil yang baru bergabung ke dalam dunia penuh kerumitan orang tuanya pun menjadi korban perebutan hak asuh.

Irene bersikeras untuk membawa pergi Yena dari sang ayah yang kapanpun bisa berubah menjadi seorang monster tak berperasaan. Wanita itu khawatir kalau Yena akan merasakan apa yang dialaminya selama ini jika bayi kecil itu tetap berada di sekitar Byun Baekhyun.

“Kau pikir manusia jahat sepertimu bisa menjadi seorang ayah yang baik?!”

“Kembalikan putriku!”

“Dia putriku! Jangan sekali-kali kau menyebut putriku ini sebagai putrimu! Dia tidak memiliki darah ayah seorang pembunuh!”

Seorang pembunuh!

Seorang pembunuh!

Seorang pembunuh!

“Kami tidak pernah mendidikmu untuk berubah menjadi seorang pembunuh, Byun Baekhyun!”

Lelaki itu langsung terperanjat saat itu juga dari posisinya semula yang tertidur di meja yang ada di ruangan pribadinya tatkala kedua orang tuanya kembali mengambil peranan dalam mimpi buruknya. Cahaya remang-remang merah
menerangi ruangan itu yang penuh berisi foto-foto Bae Irene, model cantik kenamaan Korea yang telah berada dalam genggamannya selama satu tahun terakhir.

cats

Bagaimanapun, mimpi buruk itu terasa begitu nyata. Irene memaki-maki dirinya sebagai seorang pembunuh, begitu juga kedua orang tuanya yang seakan tak mau kalah memojokannya.

“Aku… bukan seorang pembunuh!”

Di kamar Yena, Irene terlihat tengah memberi pukpukan hangat pada Yena agar bayi kecil itu terlelap dengan tenang di tempat tidurnya. Suasana tenang di malam itu tiba-tiba saja berubah menjadi tegang setelah Baekhyun melangkah masuk ke kamar Yena, menghampiri Irene dengan tatapan menyeramkannya yang sangat ditakuti wanita itu.

Waewaeyo? Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Irene gugup setengah mati, tubuhnya bergemetar hebat.

Baekhyun terus mendekati Irene, sementara Irene terus melakukan hal sebaliknya, melangkah mundur menjauh dari lelaki yang seolah ingin memakannya hidup-hidup.

Grep!

Irene meringis, tak kuasa menahan sakit saat tangan kirinya dicengkram kuat oleh lelaki itu. Tatapan mata Baekhyun tak pernah lepas menatapnya tajam.

“AKU BUKAN SEORANG PEMBUNUH!”

“Ah! Ah! Lepaskan! Lepaskan! Kumohon lepaskan tanganku!” pinta Irene, namun Baekhyun sama sekali tak mempedulikan rintihan kesakitannya dan terus menariknya keluar dari kamar Yena secara kasar.

BRUK!

Wanita itu jatuh tersungkur di lantai dingin kamar mandi tempat Baekhyun mengurungnya selama ini. Baekhyun mendorong tubuhnya hingga jatuh tersungkur seperti itu tanpa raut bersalah di wajahnya. Irene benar-benar tak mengerti pada sikap lelaki itu yang selalu berubah-ubah dan memperlakukannya sekasar ini tanpa memberitahu apa yang salah dari dirinya.

“Kau kenapa? Apa yang telah terjadi sehingga kau kembali seperti orang kesetanan, huh?”

“JANGAN BERPURA-PURA BAIK PADAKU! JANGAN BERPURA-PURA BAHWA KAU TELAH MEMBERIKAN SELURUH HATIMU UNTUKKU KALAU PADA KENYATAANNYA KAU BERNIAT UNTUK PERGI DARIKU DAN MEMBAWA YENA!” teriak Baekhyun dengan bulir airmata yang hampir jatuh.

“Apa yang kau bicarakan? Aku sungguh tidak mengerti.”

“AKU BUKAN SEORANG PEMBUNUH!”

PRAK!

PRAK!

PRAK!

“Hentikan, Baekhyun-ssi!” wanita itu memeluk tubuh Baekhyun, menahannya untuk tidak meninju cermin di kamar mandi itu lagi hingga pecah dan melukai tangannya sendiri.

Melihat sisi seorang Byun Baekhyun yang seperti ini memang benar-benar menyedihkan. Lelaki itu pasti memiliki masalah yang begitu berat hingga sedikit banyak merusak akal sehatnya.

Airmata Irene menetes, tangannya masih melingkar erat di tubuh Baekhyun yang terdiam dalam pelukannya.

“Dengarkan aku…”

“Aku tidak akan pernah berpura-pura baik padamu. Jika sampai akhir, aku tetap bertahan di sisimu, itu berarti… aku benar-benar tulus melakukannya.”

Semua ini, demi Yena. Yena harus bahagia dengan kedua orang tuanya di sisinya. Semua ini, hanya untuk Yena.

“Aku… akan selalu bersamamu.”

.

.

.

[4 tahun kemudian]

Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. 4 tahun yang terlewati begitu cepat sama sekali tak membawa angin segar perihal kabar Bae Irene, gadis yang lelaki tinggi berkulit putih ini rindukan pelukan serta senyuman hangatnya.

Kabar meninggalnya ayah Irene akhirnya sampai ke telinga lelaki itu. Ayah Irene yang sejak dulu memang sudah sering sakit-sakitan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit dengan mendekap pigura foto putrinya yang sedang tersenyum bahagia saat dinobatkan sebagai model terpopuler se-Asia.

“Kau bahkan harus pergi sebelum bisa bertemu dengan putrimu lagi.” ucap lelaki tinggi berkulit putih itu yang tak lain adalah Oh Sehun, seusai memberi penghormatan terakhir bagi ayah Irene di rumah duka.

“Sungguh, maafkan aku, Ayah. Aku belum bisa membawa Irene kembali ke pelukanmu. Beristirahatlah dengan tenang, Tuan Terrance.”

“Kau sudah berusaha, Sehun-ah. Mungkin ini adalah saatnya bagimu untuk menyerah. Putriku, Irene, mungkin… tidak akan pernah kembali.” Ibu Irene menyeka airmatanya sendiri, meskipun berat, menyerah akan keadaan adalah pilihan terakhir yang pada akhirnya harus ia pilih.

“Aku tidak ingin menyerah, Eommeoni.”

“Dalam mimpi-mimpiku, Irene masih menungguku untuk menemukannya. Irene belum menyerah. Begitu juga denganku. Aku, tidak akan pernah menyerah untuk menemukannya.”

Langkah lemas Sehun yang keluar dari rumah duka terhenti sesaat. Sang manajer, lelaki yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri kini tengah berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sebuah senyuman cerah yang tak butuh balasan.

“Aku tahu kau sangat berduka, paman yang meninggal itu memang pernah menjadi calon mertuamu. Tapi hey! Lihat kemari!”

Sebuah buku jadwal atau yang lebih biasa disebut sebagai buku agenda. Lelaki itu menuliskan semua jadwal Sehun dalam buku tebal itu.

“Jadwalmu padat, kau tidak boleh berleha-leha, Oh Sehun!” Tuk! Tuk! Telunjuk sang manajer mengetuk buku itu dua kali. “Ini semua uang!”

“Ck!”

“Uang?” Sehun menatap manajernya malas, “Aku berusaha sejauh ini bukan untuk uang! Aku hanya perlu orang-orang sadar akan keberadaanku, itu sudah cukup!”

“Menyingkir dari jalanku! Mood-ku sedang tidak baik, jangan sampai aku melukis bekas keunguan di wajahmu.”

.

.

.

Saengil chukhahamnida! Saengil chukhahamnida! Saranghaneun uri Yena, saengil chukhahamnida!” nyanyian selamat ulang tahun itu terdengar mengisi ruang keluarga di rumah Byun Baekhyun. Putrinya bersama Irene, Byun Yena, berulang tahun yang ke-4 tepat di hari ini.

Yena terlihat begitu senang meski pesta ulang tahun itu setiap tahunnya tidak dihadiri oleh orang lain atau teman-teman sebayanya. Ulang tahunnya tetap terasa sangat menyenangkan meski hanya dirayakan oleh kedua orang tuanya yang memakai hidung tomat ala badut.

Sebuah kue tart spesial bertuliskan ‘Selamat ulang tahun yang ke-4, Byun Yena’ hasil buatan tangan apik Bae Irene pun sudah berada di atas meja dan lilin warna-warni di atasnya sudah menunggu  untuk Yena tiup.

“Sebelum Yena meniup lilinnya, Yena buat permohonan dulu ya.” Ujar sang ibu, memberitahu.

Arasseo, Eomma!” balas Yena penuh semangat. Gadis kecil itu pun merapatkan kedua tangannya, memejamkan kedua matanya dan mulai berdoa, memohon apa saja yang ia inginkan pada Tuhan.

Hanadulset!”

Fuh!

Yeay! Anak Appa sudah besar sekarang!” ucap Baekhyun sambil bertepuk tangan.

“Anak Eomma semakin cantik saja!” Irene tersenyum lebar, mencubit hidung anaknya gemas.

Kedua tangan Yena menadah di hadapan kedua orang tuanya, menagih hadiah ulang tahun dengan wajah imutnya.

Baekhyun dan Irene mengulum senyuman mereka.

“Hmm, siapa ya anak kecil yang merengek minta diajak pergi ke taman bermain yang ada di televisi? Yang Appa tahu, anak kecil itu tidak ingin hadiah lain selain pergi ke taman bermain. Apa anak kecil itu berubah pikiran ya?”

“Aniyo~” Yena menggeleng cepat. “Yena tidak berubah pikiran! Ayo kita pergi ke taman bermain, Appa!”

Geurae, kajja!”

Baekhyun menurunkan Yena dari atas meja makan sambil terus tersenyum, namun senyumannya seketika memudar saat melihat Irene juga turut antusias untuk pergi bersama mereka ke taman bermain.

“Di taman bermain nanti, kita coba semua permainan yang ada! Pasti mengasyikan!”

Ne, Eomma!”

“Irene-ah…”

“Ye?” sahut Irene. Senyuman wanita itu pun ikut menghilang dari bibirnya, mengerti kalau Baekhyun pasti tak berniat mengajaknya pergi.

“Ikut aku. Ada yang harus kubicarakan.”

Baekhyun memposisikan tubuhnya dalam keadaan jongkok, menyetarakan tubuhnya dengan tubuh kecil sang putri.

“Yena tunggu sebentar ya?” Lelaki itu pun tersenyum dan mengelus kepala putrinya setelah mendapat anggukan Yena sebagai jawaban.

Irene mengikuti setiap langkah Baekhyun dari belakang. Dilihat dari raut wajahnya saja, Irene pasti sangat ssedih karena sampai detik ini ia tak pernah bisa menghirup udara di luaran sana.

“Aku ingin pergi bersama kalian juga.” Ucap Irene mengutarakan apa yang ada dalam benaknya.

“Mustahil. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi keluar.” Jawab Baekhyun yang juga merasa sedikit tak tega.

Tangan Irene bergerak memegang kedua tangan Baekhyun, berusaha meyakinkan lelaki itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“Bukankah kau sudah tahu? Aku tidak akan pernah pergi dari sisimu. Jadi, biarkan aku ikut bersama kalian, ya?”

“Tidak,” lelaki itu menatap mata Irene dalam-dalam, “Sekali kau berada di luar sana, semuanya akan selesai. Orang-orang di luar sana akan mengenalimu dan menganggap bahwa mereka telah menemukan model kenamaan korea yang telah lama hilang.”

Baekhyun… setakut itu akan kehilangan dirinya.

Arasseo, pergi bersenang-senanglah bersama Yena. Aku akan menunggu di rumah.” Irene tersenyum miris.

.

.

.

Padatnya lalu lintas di pusat kota Seoul membuat jalanan begitu macet di siang hari yang lumayan sejuk di bulan desember ini. Menyalanya lampu merah membuat Baekhyun mendengus dan memberhentikan laju mobilnya untuk sesaat. Yena yang baru pertama kalinya pergi jauh dari rumah memandang takjub pemandangan setiap jalan yang dilalui mobil ayahnya.

“Appa! Berhenti di sini!”

“Ada apa, Yena-ya? Taman bermainnya kan bukan di sini.” Tanya Baekhyun bingung.

Yena menunjuk-nunjuk ke arah luar kaca jendela mobil, di mana di seberang sana banyak penjual kaki lima yang mendagangkan mainan serta boneka-boneka lucu. Boneka, adalah mainan empuk nan lucu kesukaan Byun Yena.

“Yena ingin membeli boneka eoh?”

Gadis kecil itu mengangguk.

“Nanti saja ya? Di taman bermain juga banyak yang jual boneka.” Ucapan Baekhyun membuat Yena menunduk dengan bibir bergetar seperti mau menangis.

Lelaki itu menghembuskan nafasnya kasar, “Baiklah, kita beli bonekanya sekarang. Tapi, Yena tidak boleh menangis, arasseo?”

Senyuman Yena kembali mengembang, “Ne!”

Baekhyun memutar balik arah mobilnya, mencari-cari tempat parkir lalu memarkirkan mobil hitam gagahnya di parkiran sebuah toko sebelum akhirnya mengajak Yena melihat-lihat boneka di sepanjang jalanan kota.

“Yena mau Appa gendong?” tanya Baekhyun lembut pada Yena yang masih berjalan dengan langkah kecilnya sambil memegang erat tangan kanan Baekhyun.

Aniyo.” Tolak Yena cepat yang didukung oleh gelengan kepalanya.

Tangan kecil Yena menarik-narik ujung lengan baju sang ayah, “Appa! Appa lihat itu! bonekanya lucu-lucu dan banyak sekali!”

“Ah, ne! Ne! Ja kita beli yang banyak!”

Mata Yena berbinar, “Jeongmalyo, Appa?!”

Baekhyun mengangguk, Yena melompat-lompat kegirangan. Ayah dan anak itu larut dalam kebersamaan mereka, memilah dan memilih boneka kesukaan Yena yang pastinya serba berwarna merah muda. Saking banyaknya boneka yang dibeli Yena, tangan Baekhyun sampai terasa penuh sesak hingga boneka-boneka itu menghalangi pandangan matanya.

“Yena pegang tangan Appa!”

Tidak ada jawaban.

“Yena? Yena dengar Appa tidak?”

Masih tidak ada jawaban dari si kecil Yena. Yang terdengar di telinga Baekhyun sekarang ini hanyalah bisingnya suara-suara penjual dan orang-orang yang melintas di sekitarnya.

BRUK! Tumpukan boneka-boneka yang telah dibeli Yena seketika jatuh dari tangan Baekhyun.

“YENA-YA! YENA! BYUN YENA! YENA DI MANA?!!”

.

.

.

Sebuah tombol yang tersembunyi di balik pigura foto orang tua Byun Baekhyun yang ada di sudut rak buku itu menarik perhatian Irene yang semula berniat untuk membersihkan rumah. Rasa penasarannya yang menggebu-gebu mendorongnya untuk menekan tombol kotak berwarna hitam yang tidak ia ketahui apa fungsinya itu.

Srelek.

Pintu di dekat ruang keluarga Baekhyun yang biasanya tidak bisa Irene buka kini terbuka ―bergeser selebar-lebarnya, memperlihatkan sebuah ruangan remang-remang yang hanya diterangi oleh lampu berwarna merah.

baekhyunhandmade-horz

Jantung Irene berdebar luar biasa. Ruangan bercahaya remang-remang itu ternyata dipenuhi oleh foto dirinya, bahkan, hingga tak ada jarak antara foto satu dan foto lainnya. Entah ada berapa puluh ribu fotonya yang tertempel di setiap inchi dinding ruangan itu. Baekhyun benar-benar… sudah gila.

Ah iya! Ia ingat sekarang. Byun Baekhyun, lelaki itu, lelaki yang pernah mengenalinya bahkan saat ia berpakaian sangat tertutup saat hendak bertemu Sehun di hotel dulu. Lalu… apalagi tentangnya yang harus Irene ingat? Mengingat hal itu saja belum mampu memuaskan rasa penasaran Irene pada sosok Byun Baekhyun.

Prak!

Tangan Irene tak sengaja menyenggol sebuah pigura di meja yang ada di ruangan itu hingga jatuh ke lantai. Huf! Syukurlah pigura itu tidak pecah.

page

“Ini…”

Irene memegangi kepalanya yang secara tiba-tiba terasa begitu sakit seperti mau pecah. Perlahan tapi pasti, bayangan-bayangan masa lalunya terputar begitu saja dalam memori otaknya bagaikan putaran kaset kusut. Bayangan saat pertama kali ia membuka mata sebagai seorang bayi mungil dan melihat wajah bahagia kedua orang tuanya untuk pertama kalinya, bayangan saat ia menginjak usia balita dan ibunya kembali melahirkan seorang adik laki-laki untuknya, bayangan-bayangan masa kecilnya yang begitu bahagia bersama mereka… semua terlintas begitu saja.

“Yak! Byun Baekhyun! kenapa kau lama sekali mengangkat teleponku?!” omelnya dulu pada sang adik yang ada di seberang line telepon sana.

“Masih untung teleponmu kuangkat! Ada apa?! Kau sudah selesai les eoh?!”

“Itu kau tahu! Apa Eomma dan Appa akan menjemputku?”

“Tentu saja, Byun Joohyun! Mana mungkin mereka membiarkanmu pulang sendirian.” Suara adiknya terdengar begitu sewot. Ia terkekeh pelan.

“Yak! Kau tertawa di sana?!”

“Sopan sedikit, Bodoh! Awas saja, takkan kubiarkan kau lolos dengan mudahnya hari ini, Byun Baekhyun!”

Namun sayangnya, hari itu adalah hari terakhir dirinya bisa bercanda tawa dengan sang adik, karena sore itu juga…

“Hujannya deras sekali ya?” saking derasnya hujan di luar sana, pandangan matanya sangat terbatas saat mencoba melihat keluar kaca jendela mobil orang tuanya.

“YEOBO AWAS!!!”

BRAK!

Teriakan sang ibu mengakhiri ingatan Irene tentang masa lalunya. Sakit kepalanya yang terasa begitu menyiksa membuat Irene menitikkan airmatanya tak tahan. Jiwa Irene terguncang detik itu juga, menyadari kalau selama ini dirinya tidak pernah diculik oleh lelaki bernama Byun Baekhyun.

Ia, hanya kembali ke rumahnya setelah sekian lama….

.

.

.

Di sore hari yang mulai dingin itu, Yena berjalan sendirian menyusuri jalan yang entah akan membawanya ke mana. Badut beruang besar yang membuatnya begitu tertarik hingga lepas dari jangkauan sang ayah menghilang setelah memasuki sebuah gang kecil dan baru pada saat itulah Yena tersadar, ia telah berada sangat jauh dari ayahnya.

selfiecity_20161030020253_org

Ahjussi,” panggil Yena pada seorang paman berkaki panjang di depannya dengan suara serak hampir menangis.

“Maukah Ahjussi mengantar Yena pulang ke rumah?”

selfiecity_20161030020704_org

To be continued….

107 pemikiran pada “[EXO Fanfiction] BATHROOM -Chapter 6 : I Remember You

Tinggalkan komentar